Askrindo Terlibat Kerugian Rp 1,98 Triliun Akibat Kerja Sama dengan Reliance: Temuan BPK dan Reaksi DPR
- Sabtu, 10 Mei 2025

JAKARTA - PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor asuransi kredit, tengah menghadapi sorotan tajam setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan potensi kerugian negara yang mencapai Rp 1,98 triliun akibat perjanjian kerja sama dengan PT Reliance Asuransi Indonesia.
Temuan BPK: Kerja Sama yang Merugikan
Dalam hasil Pemeriksaan Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Biaya, dan Investasi untuk tahun buku 2021 hingga 2023, BPK menemukan sejumlah kejanggalan dalam perjanjian ko-asuransi antara Askrindo dan Reliance. Perjanjian ini dinilai tidak sesuai dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan berpotensi merugikan keuangan negara hingga hampir Rp 2 triliun.
Salah satu temuan utama adalah piutang reasuransi sebesar Rp 1,781 triliun dari Reliance, yang berasal dari perjanjian ko-asuransi. Namun, mekanisme pertanggungan dan klaim yang digunakan tidak sesuai dengan standar yang berlaku, serta tidak mencantumkan pembagian risiko dan nama anggota dalam polis ko-asuransi. Selain itu, terdapat ketidaksesuaian antara ketentuan klaim pada perjanjian antara Askrindo dan Reliance, yang tidak sesuai dengan peraturan dalam Undang-Undang Perasuransian. BPK juga menemukan adanya pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) yang cukup signifikan.
Baca Juga
Reaksi DPR: Tindak Lanjut yang Diharapkan
Menanggapi temuan BPK, anggota Komisi VI DPR, Nasim Khan, mendesak Askrindo untuk segera menindaklanjuti temuan tersebut. “Askrindo dan semua pihak terkait wajib menyelesaikan laporan BPK dan melakukan tindak lanjut secara internal,” katanya. Ia menekankan pentingnya penyelesaian temuan BPK untuk melindungi keuangan negara.
Selain itu, Amin Ak, anggota Komisi VI DPR lainnya, menyatakan keprihatinan mendalam atas dugaan potensi kerugian negara yang hampir mencapai Rp 2 triliun tersebut. “Sebagai perusahaan BUMN yang memiliki peran strategis dalam ekosistem asuransi nasional, PT Askrindo seharusnya mengedepankan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG), transparansi, serta mitigasi risiko yang ketat dalam setiap kerja sama bisnisnya,” ujar Amin Ak. Ia juga meminta Kementerian BUMN dan pihak berwenang untuk melakukan investigasi menyeluruh terhadap aspek pengambilan keputusan di PT Askrindo. “Jika ditemukan adanya unsur pelanggaran hukum, baik dari sisi administratif maupun tindak pidana korupsi, kami mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengambil langkah tegas demi melindungi keuangan negara,” tegasnya.
Pengamat Soroti Celah Moral Hazard
Pengamat industri asuransi, Irvan Rahardjo, menilai bahwa celah moral hazard dalam kasus ini muncul akibat konflik kepentingan. “Datangnya bisa dari siapa dan dari mana saja. Direksi atau komisaris atau juga di bawahnya berpotensi besar memiliki relasi dengan klien atau mitra. Tapi, kerja sama yang terjalin jadinya bukan untuk ekspansi bisnis perusahaan. Yang terjadi untuk kepentingan pribadi atau kelompok,” ujar Irvan. Ia menambahkan bahwa praktik semacam ini bukanlah hal baru dalam industri asuransi. “Praktik agen fiktif itu sudah lama ada,” tambahnya.
Langkah Askrindo dan OJK
Sekretaris Perusahaan Askrindo, Syafruddin, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah mengambil langkah-langkah untuk menindaklanjuti temuan BPK. “Kami sudah melakukan koordinasi dengan BPK dan OJK, namun untuk langkah lebih lanjut, kami masih menunggu arahan,” jelasnya.
Sementara itu, OJK melalui Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi, Mohammad Ismail Riyadi, menyatakan bahwa pengawasan terhadap lini bisnis BUMN asuransi menjadi sorotan. “Banyaknya kasus korupsi BUMN Asuransi menjadi atensi kami kembali untuk lebih melakukan pengawasan secara komprehensif,” ujar Riyadi.
Implikasi dan Langkah ke Depan
Kasus ini menyoroti pentingnya penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG) dalam setiap aspek operasional BUMN, khususnya di sektor asuransi. Kementerian BUMN dan OJK diharapkan dapat melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan bisnis BUMN di sektor asuransi untuk memastikan keberlanjutan dan integritas industri asuransi nasional.
DPR juga mendesak agar temuan BPK ditindaklanjuti dengan serius dan transparan. “Kami akan terus mengawal perkembangan kasus ini demi memastikan transparansi dan akuntabilitas, serta mencegah potensi kerugian yang lebih besar bagi negara,” pungkas Amin Ak.
Sebagai langkah awal, Askrindo diminta untuk berkoordinasi dengan PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) sebagai holding dan OJK untuk mengajukan revisi perjanjian kerja sama dengan mitra perbankan terkait klausul daluwarsa klaim serta cover risiko kematian. Selain itu, BPK juga meminta Askrindo berupaya memulihkan potensi kerugian tersebut, termasuk melalui jalur hukum jika diperlukan.
Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi BUMN lainnya untuk selalu mengedepankan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap regulasi dalam setiap kerja sama bisnis yang dilakukan.
Dengan langkah-langkah perbaikan yang tepat, diharapkan industri asuransi nasional dapat kembali dipercaya oleh masyarakat dan berkontribusi positif terhadap perekonomian negara.

David
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
17 Makanan Khas Perancis yang Wajib Kamu Tahu, Ada yang Sudah Kamu Coba?
- Sabtu, 06 September 2025
15 Tempat Wisata di Sukabumi 2025 Terbaik yang Indah Untuk Dikunjungi
- Sabtu, 06 September 2025
Terpopuler
1.
Mengenal 11 Makanan Khas Bekasi yang Kaya Rasa dan Cerita
- 06 September 2025
2.
10 Ide Menarik Memilih Kado Penikahan Untuk Sahabat
- 06 September 2025
3.
Inilah 20 Aplikasi Wajib Di Laptop Untuk Mendukung Performa Laptop
- 06 September 2025
4.
10 Game Penghasil Saldo Dana yang Perlu Kamu Tahu
- 06 September 2025
5.
15 Rekomendasi Kuliner Semarang yang Enak dan Legendaris
- 06 September 2025